IRONI MAHASISWA ZAMAN SEKARANG: KRITIS DIMEDIA SOSIAL, APATIS DIDUNIA NYATA.
"Kesadaran tidak hilang oleh zaman, tapi dibentuk oleh sistem. Saatnya bangkit, bukan sekadar berkomentar."
Mahasiswa sejak dulu dikenal sebagai garda terdepan dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Namun, kini muncul fenomena yang bertolak belakang dengan peran historis tersebut. Banyak mahasiswa yang tampak kritis dan idealis di media sosial, tetapi di dunia nyata mereka justru apatis dan tidak bertindak. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah semangat pergerakan mahasiswa benar-benar telah sirna, atau justru mereka sengaja dibentuk agar kehilangan keberanian untuk bersuara?
Jika mahasiswa mencoba berbicara atau bertindak, respons masyarakat justru sering kali meremehkan mereka. Komentar seperti "Cari muka, pencitraan, ingin terkenal" menjadi stigma yang melekat pada mahasiswa yang berani bersuara. Sementara itu, ketika mereka diam dan fokus pada akademik serta karier, masyarakat malah bertanya, "Ke mana mahasiswa yang dulu berani turun ke jalan seperti tahun 1998?" Situasi ini menciptakan kebingungan kolektif: apa sebenarnya yang diharapkan dari mahasiswa saat ini?
Salah satu faktor utama yang memengaruhi kondisi ini adalah sistem pendidikan yang semakin menekan mahasiswa untuk hanya berorientasi pada akademik dan karier. Program seperti Kampus Merdeka seolah menawarkan kebebasan dan kesempatan belajar yang lebih luas, tetapi pada praktiknya justru membebani mahasiswa dengan tugas dan kegiatan akademik yang padat. Sivitas akademika pun turut berperan dalam membentuk mahasiswa yang hanya fokus pada dunia perkuliahan, dengan memberi tekanan akademik yang besar sehingga mereka tidak punya waktu untuk berorganisasi atau beraktivitas di luar perkuliahan.
Akibatnya, mahasiswa sekarang lebih diarahkan untuk menjadi tenaga kerja siap pakai bagi industri ketimbang menjadi pemikir kritis yang mampu mempertanyakan sistem. Mereka tidak lagi memiliki ruang untuk mengembangkan kesadaran sosial dan keberanian dalam aktivisme. Lebih jauh, fenomena ini bukan hanya terjadi di kalangan mahasiswa, tetapi juga merata di semua lapisan masyarakat dari anak-anak hingga orang dewasa dan orang tua.
Sejak kecil, anak-anak dibentuk dalam sistem pendidikan yang hanya menekankan nilai akademik, bukan pola pikir kritis. Orang dewasa pun semakin sibuk dengan rutinitas kerja dan kehidupan pribadi, sehingga mereka tidak memiliki waktu atau energi untuk memperhatikan kondisi sosial di sekitarnya. Hasil akhirnya adalah masyarakat yang patuh, sibuk dengan urusan masing-masing, dan tidak mempertanyakan kebijakan yang diterapkan oleh mereka yang berkuasa.
Banyak yang beranggapan bahwa ini adalah akibat dari perubahan zaman. Namun, jika ditelaah lebih dalam, zaman tidak pernah berubah dengan sendirinya. Perubahan hanya terjadi karena ada pihak yang mengarahkannya. Jika kita melihat kembali sejarah, mahasiswa dan masyarakat pernah menjadi aktor utama dalam perubahan besar di negeri ini. Jika hari ini peran itu tampak melemah, maka itu bukan karena zaman yang berubah, melainkan karena ada sistem yang secara sadar membentuk pola pikir baru yang lebih patuh dan tidak banyak bertanya.
Dalam kondisi ini, mahasiswa dan masyarakat perlu kembali menyadari bahwa pendidikan bukan hanya tentang akademik dan kesiapan kerja. Sejatinya, pendidikan juga harus membentuk individu yang kritis, peduli, dan berani bertindak ketika melihat ketidakadilan. Jika tidak, kita hanya akan menjadi generasi yang sibuk dengan diri sendiri, sementara mereka yang berkuasa semakin leluasa mengendalikan arah bangsa ini.
Lantas, apakah kita akan terus mengikuti arus ini, atau mulai mencari cara untuk mengembalikan kesadaran kolektif demi perubahan yang lebih baik?
Komentar
Posting Komentar